Emboli air ketuban
I. Pengertian
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom
dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal,
tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Dua puluh lima
persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli
cairan ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis
yang dibuat adalah shock obastetrik, perdarahan post partum atau edema pulmoner
akut.
II. Etiologi
Faktor predisposisi
1. Multiparitas
2. Usia lebih dari
30 tahun
3. Janin besar
intrauteri
4. Kematian janin
intrauteri
5. Menconium dalam
cairan ketuban
6. Kontraksi uterus
yang kuat
7. Insidensi yang
tinggi kelahiran dengan operasi
III. Patofisiologi
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi
ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada vena endoservikalis selama
diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian
bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah
ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena
rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan
masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi
darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon
inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau
syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah
di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat
aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada
jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air
ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis.
Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung
menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan
gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki
fase II. Ini adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar
dengan rahim atony dan Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah
koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam
kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan
pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau
kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi
intravaskuler.
IV. Manifestasi
Klinis
Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan
emboli cairan ketuban:
1. Tekanan darah
turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat pengukuran (
Hipotensi )
2. Dyspnea
3. Batuk
4. Sianosis perifer
dan perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia.
5. Janin Bradycardia
sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat turun hingga
kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama
10 menit atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang
lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia terminal.
6. Pulmonary edema.
7. Cardiac arrest.
8. Rahim atony:
atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan setelah
melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat bimanual
diagnostik.
9. Koagulopati atau
pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83%
pasien.)
V. Pemeriksaan
Diagnostik
1. Gas darah arteri
: pO2 biasanya menurun.
2. Tekanan vena
sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal tergantung pada kuantitas
hilangnya darah. Darah vena sentralis dapat mengandung debris selular cairan
amninon.
3. Gambaran
koagulasi ( fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa protrombin, produk
pecahan fibrin. Dan massa trombo[lastin parsial ) biasanya abnormal ,
menunjukkan DIC.
4. EKG dapat
memperlihatkan regangan jantung kanan akut.
5. Keluaran urin
dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
6. Foto toraks
biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan paru dapat
memperlihatkan defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli paru.
VI. Penatalaksanaan
1. Terapi krusnal ,
meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek yang
khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ).
2. Penggatian cairan
intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia & perdarahan
.
3. Oksitosin yang di
tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia uteri.
4. Morfin ( 10 mg )
dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
5. Heparin membantu
dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan menghambat proses perbekuan.
6. Amniofilin ( 250
– 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme ..
7. Isoproternol
menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan peningkatan
frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv
untuk menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100 mmHg.
8. Kortikosteroid secara
IV mungkin bermanfaat .
9. Heparin membantu
dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan menghambat proses pembekuan.
10. Oksigen diberikan
dengan tekanan untuk meningkatkan.
11. Untuk memperbaiki
defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian trombosit.
12. Defek
koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen.
13. Darah segar
diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan agar tidak
menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah.
14. Digitalis
berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.
VII. Komplikasi
1. Edema paru yang
luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan.
2. Ganguan pembekuan
darah.
VIII. Prognosis
Sekalipun nortalitas tinggi, emboli cairan
tidak selalu membawa kematian pada tiap kasus. 75% wanita meninggal sebagai
akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat perdarahan yang tidak
terkendali. Mortalitas feral tinggi dan 50% kematian terjadi inutera